Selain itu lanjutnya, kejanggalan lain seperti jerat pasal lainnya dilakukan secara bersama-sama dengan ayah pelaku bernama Karyani serta menghilangkan barang bukti juga tidak dilampirkan dalam berkas perkara.
"Sehingga pelaku ini dianggap pelaku tunggal dan menjadi tindak pidana penganiayaan biasa, serta ayah pelaku dianggap saksi biasa bukan sebagai pelaku lainnya," urainya.
Hal itu, lanjut Syahrul juga terjadi pada dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri OKI terhadap terdakwa Lamsa.
Bahwa dalam perjalanan dan perkembangan kasus ini, menurutnya secara nyata patut diduga ada penanganan oleh aparatur negara secara parsial.
Dan ketidakprofesionalan berkeadilan, yang dilakukan penegak hukum baik itu dari pihak kepolisian hingga pihak kejaksaan diwilayah hukum Kabupaten OKI atas peristiwa yang menimpa korban Yosen Rinaldo.
Untuk itu ia bersama keluarga korban, telah melakukan berbagai upaya termasuk diantaranya bersurat kepada pihak kepolisian dan kejaksaan mulai dari tingkat daerah hingga ke pusat guna mengais keadilan bagi korban.
"Kami kecewa karena ada dugaan penyimpangan penyidikan, dan jika dimungkinkan kami hanya berharap agar dilakukan penyidikan ulang terhadap perkara tersebut karena ini menyangkut rasa keadilan," tukasnya.
Dikonfirmasi pada Penkum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumsel Vanny Yulia Eka Sari SH MH mengenai adanya surat yang ditujukan ke Kepala Kejati Sumsel oleh keluarga korban, mengaku belum ada konfirmasi dari bagian penerima surat.
"Akan kita cek dulu ya, karena kita tidak tahu nomor registrasi surat yang dimaksud dan ditujukan ke Kepala Kejati Sumsel," singkat Vanny.