Tembok pagar yang berdiri tepat di samping rumah, kata Herman tidak menggunakan pondasi layaknya membangun tembok, hanya tertempel di tanah.
Bukan hanya itu saja, menurut Herman struktur gedung 7 lantai saat fisiknya sudah jadi justru terlihat miring sebelum dipercantik dengan ornamen-ornamen warna biru dan abu-abu khas UIN Raden Fatah Palembang.
"Kami khawatir gedung ini sewaktu-waktu akan roboh hingga menimpa rumah-rumah warga, kami juga setiap harinya was-was pak," ungkapnya.
"Jadi pembangunan gedung ini sangat meresahkan masyarakat, tidak ada manfaatnya bagi warga sekitar malah terancam teror bakal roboh,"tukasnya.
Senada juga diungkap warga lainnya, sejak dibangunnya gedung mess 7 lantai tersebut dampak lingkungan seperti banjir kerap melanda warga sekitar saat musim penghujan tiba.
"Kalau hujan tiba bisa dipastikan perumahan warga berdampak banjir pak, terutama warga disekitar gedung ini," ujar salah satu warga yang tidak ingin disebutkan namanya ini kepada media.
Sebab, katanya pembangunan gedung tidak disertai dengan pembangunan saluran air yang baik dari pihak kontraktor proyek.
Ia pun menunjukkan saluran irigasi air didepan gedung yang dibuat seadanya, dengan lebar dan kedalaman saluran irigasi tidak kurang dari 30 cm.
"Jadi kalau hujan otomatis air hujan tidak bisa ditampung oleh saluran irigasi tersebut hingga meluber kejalan dan masuk kerumah warga," ungkapnya.
Belum lagi, lanjutnya pembangunan gedung mess 7 lantai UIN Raden Fatah Palembang tersebut pernah mangkrak cukup lama karena masalah pembayaran upah pekerja yang tidak dibayarkan oleh pihak kontraktor.