PALEMBANG, OKI NEWS,- Polemik Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) khususnya di beberapa SMA Negeri di Kota Palembang yang sempat menjadi sorotan publik beberapa waktu terkahir, kini memasuki babak baru.
Adalah DPD Lembaga Advokasi Indonesia (LAI) yang sebelumnya banyak menerima keluhan masyarakat terkait PPDB tersebut, Rabu 26 Juni 2024 resmi dilakukan upaya hukum dengan melaporkannya ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumsel.
Rizal membeberkan, sebelum dilakukan upaya hukum ke Kejati Sumsel DPD LAI telah membuka posko pengaduan praktik penyimpangan PPDB Sumsel.
"Setelah dirasa cukup bukti, hari ini kami resmi melayangkan laporan kepada pihak Kejati Sumsel atas adanya dugaan gratifikasi oleh sejumlah SMA di Palembang terkait dengan PPDB tahun 2024," ujar Ketua Dewan Pembina LAI Rizal Syamsul SH.
Dilaporkannya kasus PPDB kata Rizal yang juga berprofesi sebagai pengacara ini, merupakan suatu peristiwa dugaan gratifikasi yang menjurus dugaan korupsi yang tidak kalah besar dampaknya kepada masyarakat.
Tidak hanya itu, kata Rizal dugaan gratifikasi oleh oknum pada sistim PPDB tingkat SMA khususnya oleh di Kota Palembang ini juga telah menciderai dunia pendidikan.
"Bagaimana tidak, dari sekian banyak sekolah ada 22 SMA di Kota Palembang hampir seluruhnya itu dilaporkan adanya dugaan gratifikasi pada sistim PPDB yang masuk ke kami," ujarnya
Sebelumnya, lanjut Rizal ia beserta tim lainnya juga telah berkomunikasi dengan pihak Ombudsman perwakilan Sumsel.
Yang mana, kata Rizal dari hasil temuan pihak Ombudsman terdapat 80 persen adanya maladministrasi pada proses PPDB tahun 2024 ini.
Oleh sebab itulah, Ia bersama tim yang tergabung dalam Lembaga Advokasi Indonesia (LAI) berdasarkan temuan Ombudsman serta laporan masyarakat atas dugaan gratifikasi sistim PPDB ini ke pihak Kejati Sumsel.
Ia berharap kepada Aparat Penegak Hukum (APH) khususnya pihak Kejati Sumsel, untuk dapat segera menindaklanjuti hasil temuan sebagaimana laporannya tersebut.
"Karena kasihan masyarakat yang tidak mampu, sementara anaknya memiliki prestasi serta memenuhi syarat, malah tersingkir dari jalur penerimaan PPDB," tukasnya.
Sementara, Ketua LAI Antoni AR menambahkan dari informasi yang beredar serta bukti yang didapat pada proses PPDB SMA di Kota Palembang memerlukan 'biaya' jutaan rupiah untuk dapat satu bangku yang telah melenceng dari prosedur.
"Kalau beredar di masyarakat gratifikasi ini ada yang bilang Rp5 juta kalau SMA Negeri favorit bisa Rp10 sampai Rp15 juta tapi memang kenyataannya seperti itu," tambah Antoni.
Selain melenceng dari prosedur, Ia juga menduga proses PPDB SMA di Palembang juga cacat formil yang mana anak yang memiliki skor tinggi tidak diluluskan, yang lulus malah skor yang angkanya dibawah ketentuan.