OKI NEWS - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI resmi menetapkan dan menahan enam orang, terdiri dari pejabat serta pihak swasta di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), setelah mereka terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT).
Dalam konferensi pers yang digelar pada Minggu, 16 Maret 2025, Ketua KPK RI, Setyo Budiyanto, mengungkapkan bahwa keenam tersangka tersebut meliputi Kepala Dinas PUPR Kabupaten OKU berinisial Nop, tiga anggota DPRD OKU berinisial FY, FH, dan UH, serta dua orang dari pihak ketiga atau swasta.
Setyo menjelaskan bahwa awalnya ada delapan orang yang dibawa ke Jakarta untuk diperiksa. Namun, setelah gelar perkara bersama pimpinan KPK lainnya, dua orang di antaranya dinyatakan belum cukup bukti sehingga diperbolehkan pulang.
Selain menahan enam tersangka, KPK juga memamerkan barang bukti hasil OTT, termasuk uang tunai miliaran rupiah.
BACA JUGA:OTT di OKU, KPK Amankan 8 Orang Termasuk Pejabat dan Anggota DPRD
BACA JUGA:KPU OKI Surati Kejari Terkait Penetapan Komisioner sebagai Tersangka Korupsi Dana Hibah Panwaslu
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa kasus ini berawal dari pembahasan RAPBD OKU pada Januari 2025, di mana beberapa perwakilan DPRD OKU hadir.
Dalam pertemuan tersebut, diduga ada anggota DPRD OKU yang meminta jatah pokir (pokok-pokok pikiran) yang kemudian dialihkan menjadi proyek fisik senilai Rp40 miliar di Dinas PUPR OKU.
Dari total nilai proyek tersebut, anggota DPRD yang terlibat diduga menerima fee sebesar 20 persen, atau setara dengan Rp7 miliar.
"Kami masih terus mendalami kemungkinan keterlibatan pihak lain, termasuk anggota DPRD lainnya, karena para tersangka ini hanya perwakilan," ujar Asep.
BACA JUGA:AKHIRNYA! Kejaksaan OKI Resmi Tahan Camat Mesuji Makmur Terkait Dugaan Korupsi Anggaran Dispora
BACA JUGA:Tersangka Korupsi Dana Hibah Panwaslu OKI Segera Jalani Proses Persidangan
Selain itu, KPK juga akan menyelidiki apakah ada keterlibatan pejabat tertinggi di daerah, termasuk Penjabat (Pj) Bupati OKU saat itu serta Bupati OKU yang kini telah dilantik.
"Aspek legalitas anggaran daerah dikeluarkan oleh pejabat tertinggi saat itu, dalam hal ini Pj Bupati OKU, karena pada saat kejadian belum ada pelantikan bupati definitif. Kami juga akan memeriksa bupati yang baru untuk mendalami kemungkinan keterlibatannya," tutup Asep.