Menjelang Ramadan, Pasangan Pengantin Baru di OKI Laksanakan Tradisi Tat-antatan
Menjelang bulan Ramadan setiap tahun, tradisi "Tat-antatan" biasanya dilakukan oleh pasangan pengantin yang baru menikah.--
OKI NEWS - Menjelang bulan Ramadan setiap tahun, tradisi Morge Siwe di Kota Kayuagung, Kabupaten OKI, atau yang lebih dikenal dengan istilah "Tat-antatan," biasanya dilakukan oleh pasangan pengantin yang baru menikah.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata OKI, Ahmadin Ilyas, menjelaskan bahwa Tat-antatan adalah tradisi di mana pasangan yang baru menikah memberikan bahan makanan atau sembako kepada keluarga besar dari kedua orang tua mereka.
"Bahan pokok yang diberikan biasanya berupa gula, gandum, susu, minyak goreng, dan lainnya, yang disusun dan dimasukkan ke dalam 'tanduk,' yaitu wadah yang terbuat dari rotan," jelasnya.
Tanduk ini kemudian diberikan kepada orang tua, paman, bibi, serta saudara dari orang tua pasangan tersebut.
BACA JUGA:Mengenal Tanjidor Pedamaran, Musik Tradisional yang Kaya Nilai Sejarah
BACA JUGA:Lomba Bidar Tradisional Palembang, Magnet Wisata Tahunan yang Tarik Ribuan Pengunjung
Sebagai bentuk timbal balik, keluarga yang menerima tanduk juga akan membalas pemberian tersebut kepada pasangan pengantin baru.
Tradisi Morge Siwe bertujuan untuk mempererat silaturahmi antara pasangan yang baru menikah dengan keluarga besar mereka, sehingga tercipta rasa kekeluargaan yang lebih erat.
"Tidak hanya menjelang bulan Ramadan, pada Hari Raya Idulfitri pasangan baru juga membawa rantang berisi lauk pauk yang dimasak untuk merayakan Lebaran," tambahnya.
Selain Morge Siwe, ada pula tradisi serupa yang disebut Midang Morge Siwe, yaitu arak-arakan pengantin yang diiringi musik tradisional seperti tanjidur dalam prosesi pernikahan.
BACA JUGA:Memasuki Bulan Suro, Waspada Bagi 3 Weton Ini! Ada Larangan Khusus Menurut Kepercayaan Tradisi Jawa
BACA JUGA:Berikut 10 Tradisi Unik di Indonesia Saat Lebaran Iduladha, Ada Tradisi Jemur Kasur
Tradisi ini diperkirakan telah ada sejak abad ke-17, bertepatan dengan masa awal perkawinan di wilayah tersebut atau saat pertama kali penjajah Belanda mendatangi Indonesia pada masa Perang Dunia I.
"Tradisi ini menjadi cara masyarakat memperkenalkan bahwa kedua mempelai telah resmi menjadi suami istri," ungkapnya.