"Hal inilah yang membuat para debitur merasa besar kepala dan menyepelekan kewajiban pembayaran angsuran ke kreditur yaitu perusahaan pembiayaan," ujar Managing Partner Law Office Abadi & rekan yang berkantor di Ruko Perkantoran Advokat Pasar Kebun Semai.
Dalam proses penagihan terhadap debitur, masih kata Abadi biasanya perusahaan pembiayaan sudah melakukan upaya penagihan yang diatur oleh peraturan perundang undangan yaitu pasal 47 POJK Nomor 35/ POJK 05/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan.
Tapi permasalahan nya disini masih saja debitur keras kepala tidak koperatif, terutama dalam mencari solusi penyelesaian kewajiban bayar terhadap perusahaan pembiayaan dalam hal ini kreditur.
Hal inilah yang membuat kreditur, dengan terpaksa melakukan upaya hukum untuk mencari keadilan dengan cara melakukan upaya hukum gugatan sederhana.
Dijelaskannya, mekanisme gugatan sederhana ini diatur dalam Perma Nomor 4 tahun 2019 perubahan atas Perma No 2 tahum 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana sudah dilakukan oleh beberapa Leasing dalam penyelesaian terhadap kredit macet.
Upaya hukum gugatan sederhana ini udah kami lakukan terhadap beberapa debitur terutama unitnya masih dalam penguasaan debitur, baik debitur yang domisili di dalam kota maupun luar kota.
Lebih lanjut dikatakan Abadi, tuntutan yang diminta bukan hanya kerugian materiil saja namun dalam petitum gugatan yang diajukan terhadap majelis hakim tunggal yang memimpin persidangan.
"Kami ajukan permohonan sita jaminan terhadap aset-aset lain nya yang dimiliki oleh debitur contoh nya rumah, kendaraan atau objek lainnya yang dimiliki oleh debitur," ujarnya.
Sebagai contoh, ada seorang debitur yang menunggak angsuran Rp10 juta perbulan sebanyak 5 bulan, unit tidak mau diserahkan dan bayar pun tidak mau itu, padahal kliennya adalah sebagai pemberi fidusia.
Sekali lagi ia menegaskan, masih berharap adanya penyelesaian dalam permasalah dengan membuka peluang untuk upaya perdamaian dengan cara lunasi atau kembalikan objek kendaraan.