OKI NEWS - Sebanyak 44 kios pedagang di Gedung Pasar 16 Ilir Palembang mengalami perusakan dan penjarahan oleh sekelompok orang tak dikenal (OTD) pada Minggu dini hari, 8 September.
Berdasarkan rekaman CCTV gedung, sekelompok orang tersebut masuk melalui pintu depan dengan membuka rolling door, yang diduga melibatkan orang dalam.
"Melihat cara mereka masuk, ada indikasi kuat bahwa yang membuka pintu adalah orang yang berhubungan dengan pengelola gedung," ungkap M. Eddi Siswanto, SH, kuasa hukum Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS), saat ditemui di SPKT Polda Sumsel dalam laporan yang diajukannya pada Minggu, 8 September.
Eddi menduga bahwa tindakan perusakan dan penjarahan ini erat kaitannya dengan rencana revitalisasi gedung Pasar 16 Ilir.
BACA JUGA:Musim Kemarau, Buaya Liar Sepanjang 3 Meter Masuk Kolam Ikan Warga di Musi Rawas
BACA JUGA:Pembongkaran Pipa Terkendala, Kapolres Muba Tutup Sumur Minyak Ilegal
"Beberapa pelaku terekam CCTV dan bahkan dikenali oleh para pedagang," tambah Prengky Adiatmo, SH, kuasa hukum P3SRS lainnya.
Yang menarik, dari ratusan kios yang ada di Pasar 16 Ilir, beberapa di antaranya tidak tersentuh perusakan.
Novi, salah satu pemilik kios di pasar tersebut, mencurigai bahwa kios-kios yang tidak dirusak adalah milik pedagang yang sudah membayar down payment (DP) sebesar 20 persen dari harga kios, yang dimulai dari Rp180 juta.
Kerugian akibat perusakan ini ditaksir mencapai lebih dari Rp2 miliar, dengan mayoritas kios yang dirusak adalah milik pengurus P3SRS.
BACA JUGA:Kejari Banyuasin Periksa Sejumlah Saksi Terkait Dugaan Korupsi Uji Sampel Laboratorium
"Sebagian besar kios yang rusak adalah milik pengurus, termasuk kantor P3SRS di lantai dua, yang dindingnya dibobol menggunakan palu godam," ujar Ketua P3SRS Pasar 16 Ilir, Aflah.
Perusakan massal ini diduga terkait dengan rencana revitalisasi Gedung Pasar 16 Ilir yang dilakukan oleh Pemkot Palembang melalui Perumda Pasar Palembang Jaya dan pengelola gedung, PT Bima Citra Realty (BCR).
Proyek revitalisasi ini telah menimbulkan ketegangan antara pengelola dan para pedagang, terutama mengenai relokasi pedagang ke tempat penampungan sementara (TPS).