Keluarga Korban Ungkap Kejanggalan Peristiwa Penembakan di Cengal, Mengaburkan Fakta Ringankan Hukuman Pelaku
Keluarga Korban Ungkap Kejanggalan Peristiwa Penembakan di Cengal, Mengaburkan Fakta Ringankan Hukuman Pelaku--
PALEMBANG, OKI NEWS,- Sudah jatuh tertimpa tangga, itulah yang dialami keluarga korban dari pelaku penembakan yang terjadi di Desa Cengal Kecamatan Cengal Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) pada 27 Februari 2024 silam.
Bagaimana tidak, menurut cerita Syahrul Senan paman korban penembakan bernama Yosen Rinaldo merasa telah diperlakukan tidak adil oleh aparat penegak hukum (APH).
Ditemui dikediamannya, pada Jumat 7 Juni 2024 lalu Ia menceritakan kasus yang saat ini sudah bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Kayuagung disingalir telah disetting sedemikan rupa agar pelaku dapat dihukum ringan.
Pasalnya, menurut Syahrul Senan kasus yang menjerat pelaku bernama Lamsa telah terjadi distorsi atau pemutar balikan fakta dari peristiwa yang menimpa korban Yosen Rinaldo.
"Kami selaku pihak keluarga kecewa dengan penegakan hukum, meski saat ini keponakan kami (korban) Yosen Rinaldo dengan kondisi peluru masih bersarang didalam tubuhnya," ungkap Syahrul.
Ada beberapa yang menurutnya telah terjadi distorsi, pertama dalam rilis yang disampaikan Kasat Reskrim Polres OKI saat itu menyebutkan peristiwa itu terjadi dipicu oleh korban sendiri.
Lalu kedua, lanjutnya saat peristiwa itu terjadi ada dua pelaku yang melakukan pengancaman terhadap korban yaitu ayah pelaku Lamsa bernama Karyani.
"Saat itu ayah korban juga mengacungkan senjata tajam, sebelum akhirnya pelaku Lamsa menembakkan peluru dari sepucuk senjata api rakitan ketubuh korban," ujarnya.
Bahkan, saat itu Karyani ayah pelaku Lamsa hendak menghujani tubuh korban dengan sajam yang telah tersungkur usai ditembak pelaku Lamsa, dan itu dikuatkan dengan keterangan saksi dipersidangan.
Selanjutnya yang ketiga, pelaku Lamsa sebagaimana BAP dan berkas dakwaan tidak dijerat pasal berlapis penganiayaan berat dan undang-undang darurat atas kepemilikan senpi.
"Hanya dijerat dengan pasal 351 ayat 2 tentang penganiyaan berat," tambahnya.
Masih dikatakannya, mirisnya peristiwa yang menimpa korban seakan dijadikan peristiwa biasa meskipun saat ini telah mengeluarkan uang lebih dari Rp200 juta untuk biaya berobat korban.
Dikatakannya, ia selaku mewakili keluarga korban hanya ingin keadilan saja bahwa ada banyak kejanggalan yang terjadi yang tidak sesuai dengan fakta sebenarnya.
Ditambah, pelaku hanya dijerat dengan pidana biasa tidak disertai dengan ancaman pidana kepemilikan senjata api serta adanya pelaku lainnya dalam perkara ini.