Keputusan MK Berlaku pada Pilkada 2024, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad: Pengesahan Revisi UU Pilkada Batal
Keputusan MK Berlaku pada Pilkada 2024, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad: Pengesahan Revisi UU Pilkada Batal--
Badan Legislasi (Baleg) DPR sebelumnya telah menyepakati revisi UU Pilkada dalam sebuah rapat yang diadakan pada Selasa, 20 Agustus 2024.
Dalam rapat tersebut, RUU Pilkada disetujui oleh delapan dari sembilan fraksi yang ada di DPR. Satu-satunya fraksi yang menolak revisi UU ini adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Proses pembahasan RUU Pilkada ini berlangsung cepat, hanya dalam waktu kurang dari tujuh jam.
Revisi UU Pilkada tersebut dilakukan sehari setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan nomor 60/PUU-XXII/2024 yang mengubah syarat pencalonan kepala daerah.
Namun, revisi yang dilakukan DPR tidak mengakomodasi keseluruhan putusan MK, yang memicu ketidakpuasan di kalangan publik.
BACA JUGA:KPU OKI Umumkan 45 Anggota DPRD Terpilih Periode 2024-2029, Berikut Nama-namanya
BACA JUGA:Sah! Berikut Daftar Lengkap 74 Nama Anggota DPRD Sumsel Terpilih Periode 2024-2029
Sebelumnya, DPR berencana mengesahkan RUU Pilkada pada Rapat Paripurna hari ini.
Namun, agenda tersebut dibatalkan karena jumlah anggota DPR yang hadir tidak memenuhi kuorum.
Pembatalan ini dipandang sebagai hasil dari tekanan publik yang menuntut agar revisi UU Pilkada tidak disahkan tanpa mempertimbangkan putusan MK dan aspirasi masyarakat.
Kontroversi Revisi UU Pilkada
Revisi UU Pilkada yang diajukan oleh DPR menjadi kontroversial karena dianggap sebagai upaya untuk melemahkan putusan MK yang sebelumnya telah melonggarkan ambang batas pencalonan kepala daerah.
Putusan MK menurunkan threshold pencalonan kepala daerah dari 25 persen perolehan suara partai politik/gabungan partai politik hasil Pemilihan Legislatif (Pileg) DPRD sebelumnya, atau 20 persen kursi DPRD, menjadi lebih rendah dan lebih inklusif.
Namun, revisi UU Pilkada yang dilakukan DPR dinilai hanya mengakomodasi sebagian dari putusan MK dan mempertahankan threshold tinggi bagi partai politik yang memiliki kursi di DPRD.
Hal ini dianggap menghambat partai kecil dan calon independen dalam Pilkada, yang seharusnya memiliki peluang yang lebih setara sesuai dengan semangat putusan MK.