Dugaan Penyelewengan Dana di SMPN 1 Teluk Gelam, Oknum Kepala Sekolah Jadi Sorotan

Oknum Kepala SMPN 1 Teluk Gelam Diduga Terlibat Penyelewengan Dana Sekolah.--

OKI NEWS - Sejak dilantik sebagai Kepala Sekolah SMPN 1 Teluk Gelam pada tahun 2017, oknum kepala sekolah yang berinisial EV diduga terlibat dalam sejumlah kasus penyalahgunaan dana di sekolah tersebut.

Salah satu kasus yang mencuat adalah dugaan penyelewengan dana penerimaan siswa baru pada Juni 2024.

Dalam peristiwa ini, EV dikabarkan mematok biaya yang sangat tinggi untuk pembelian seragam sekolah, mencapai Rp900 ribu per siswa jumlah yang jauh lebih besar dibandingkan dengan biaya seragam di sekolah-sekolah negeri lainnya di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI).

Sumber yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa pada tahun 2024, sebanyak 135 siswa baru terdaftar di SMPN 1 Teluk Gelam dan membayar biaya seragam yang sama.

BACA JUGA:Hujan Lebat Diprediksi Hingga Februari, Warga Bantaran Sungai OKI Diminta Waspada

BACA JUGA:Program Makan Bergizi Gratis Dimulai Besok, Disdik OKI Masih Tunggu Arahan

“Coba kalkulasikan sendiri, banyak uang yang terkumpul,” ujar sumber tersebut pada Minggu 5 Januari 2025.

Namun, meski biaya seragam yang dibayarkan terbilang sangat tinggi, seragam yang diterima siswa hanya berupa seragam olahraga, batik, baju muslim, dan atribut sekolah dengan total biaya yang mencapai Rp121.500.000.

Sampai saat ini, aliran dana tersebut tidak jelas kemana perginya.

Tidak hanya terkait seragam, dugaan penyalahgunaan dana juga mencakup masalah gaji guru honorer. Menurut informasi, gaji yang diterima guru honorer jauh lebih rendah dibandingkan yang tercatat dalam laporan Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

BACA JUGA:Tak Kunjung Dilantik, ASN Ini Laporkan Oknum Kepala BKPSDM OKI ke Ombudsman RI

BACA JUGA:Hujan Deras di OKI Berpotensi Sebabkan Banjir di 3 Lokasi Ini

Guru honorer hanya menerima Rp26.500 per jam, padahal laporan menunjukkan mereka seharusnya mendapat Rp35.000 per jam.

Beberapa guru juga mengungkapkan bahwa mereka hanya menerima Rp450.000 per bulan, padahal anggaran BOS mencatatkan gaji mereka seharusnya Rp900.000 per bulan.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan