OKI NEWS - Tim penyidik bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan kembali melanjutkan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi dalam kasus dugaan korupsi yang melibatkan pembangunan infrastruktur Light Rail Transit (LRT) di provinsi ini.
Dalam pemeriksaan kali ini, penyidik memanggil empat saksi, termasuk seorang Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dari Kementerian Perhubungan.
Kasipenkum Kejati Sumsel, Vanny Yulia Eka Sari, SH, MH, mengonfirmasi bahwa keempat saksi telah hadir memenuhi panggilan untuk diperiksa.
“Salah satu saksi yang diperiksa adalah J, yang menjabat sebagai PPK ke-2 dari Kementerian Perhubungan,” ungkap Vanny.
BACA JUGA:Kasus Korupsi LRT Sumsel, Kejati Sumsel Periksa Konsultan Perencana dan Dalami Dugaan Pencucian Uang
BACA JUGA:Dalami Dugaan Korupsi LRT Sumsel, Kejati Panggil Empat Saksi
Selain J, tiga saksi lainnya berasal dari PT Waskita Karya, yaitu AGS, SPV Building Division; MJ, Kepala Proyek General LRT untuk periode 2016-2018; dan IP, Kepala Bagian Penganggaran Waskita Karya yang menjabat dari tahun 2005 hingga 2020.
Vanny menambahkan bahwa dalam proses pemeriksaan, setiap saksi akan menjawab sebanyak 50 pertanyaan, dan pemeriksaan dimulai pada pukul 09.00 WIB.
Sebagai informasi, penyidik Pidsus Kejati Sumsel telah menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan korupsi ini.
Mereka terlibat dalam pekerjaan pembangunan prasarana Kereta Api Ringan (LRT) yang dikelola oleh Satker Pengembangan, Peningkatan, dan Perawatan Prasarana Perkeretaapian Kementerian Perhubungan RI pada tahun anggaran 2016 hingga 2020.
BACA JUGA:Tiga Tersangka Korupsi LRT Sumsel Rp1,3 Triliun Klaim Hanya Ikuti Arahan Pimpinan
BACA JUGA:Penyidikan Korupsi LRT Sumsel Terus Bergulir, Kejati Klaim Telaah Keterangan Saksi Vendor Waskita
Keempat tersangka tersebut terdiri dari mantan pejabat tinggi PT Waskita Karya, yaitu T, Kepala Divisi II; IJH, Kepala Divisi Gedung II; dan SAP, Kepala Divisi Gedung III.
Tersangka lainnya, BHW, Direktur Utama PT Perentjana Djaja, juga telah ditetapkan sebagai tersangka pada 26 September lalu.
Akibat tindakan para tersangka, negara mengalami kerugian mencapai Rp1,3 triliun. Mereka dikenakan sanksi berdasarkan Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.